Dirut dan PH PT SPRH Terancam Dijemput Paksa
BAGYNEWS.COM - Direktur Utama (Dirut) PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH), Rahman, kembali mangkir dari panggilan Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Rahman dipanggil Jaksa Penyidik terkait dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10 persen senilai lebih dari Rp551 miliar.
Seharusnya Rahman diperiksa sebagai saksi pada Senin 14 Juli 2025 kemarin, tapi dia tidak hadir. Pemanggilan ini merupakan yang ketiga terhadap Rahman.
Selain Rahman, penasihat hukum (PH) PT SPRH, Zulkifli, juga melakukan tindakan yang sama. Dia sudah dua kali mangkir untuk dimintai keterangan.
"Direktur Utama PT SPRH, R, dan Penasihat Hukum perusahaan Z tidak hadir," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, Jumat 18 Juli 2025
Tindakan tidak kooperatif yang ditunjukkan Rahman dan Zulkifli dapat menghambat proses penyidikan kasus.
"Untuk langkah selanjutnya, penyidik menunggu arahan pimpinan," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Aspidsus Kejati Riau, Fauzy Marasabessy, mengingatkan, sikap tidak kooperatif dapat menimbulkan konsekuensi serius, termasuk penjemputan paksa hingga penyidikan dan persidangan tanpa kehadiran mereka.
“Selaku Plt Aspidsus, saya mengimbau Saudara R dan Saudara Z untuk mematuhi panggilan tim penyidik yang sah menurut undang-undang," kata Fauzy mengingatkan.
Fauzy menekankan, tindakan Rahman dan Zulkifli yang selalu mangkir hanya akan merugikan diri sendiri.
"Penyidik memiliki tindakan lanjutan yang dimungkinkan oleh hukum, termasuk upaya jemput paksa atau penangkapan,” tegas Fauzy, Jumat 18 Juli 2025.
Ia memastikan, seluruh proses hukum telah berjalan sesuai prinsip due process of law. Jika ketidakhadiran terus berlanjut, status Daftar Pencarian Orang (DPO) bisa diterbitkan, dan perkara tetap dapat dibawa ke pengadilan secara in absentia.
“Jika mereka kemudian dinyatakan buron, status DPO bisa dikeluarkan. Dan jika proses penyidikan dipandang cukup, maka sangat mungkin perkara ini disidangkan secara in absentia, yang artinya mereka kehilangan kesempatan membela diri di pengadilan,” jelasnya.
Fauzy menegaskan pentingnya sikap kooperatif dari semua pihak dalam mendukung penegakan hukum dan pencapaian keadilan.
"Saya mengimbau Saudara R dan Saudara Z dengan kesadaran sebagai warga negara yang baik untuk menghadap tim penyidik dan menjelaskan apa yang mereka ketahui. Ini penting demi kepentingan hukum dan keadilan,” imbau Fauzy.
Kasus dugaan korupsi ini berkaitan dengan pengelolaan dana PI 10 persen senilai Rp551.473.883.895 yang diterima PT SPRH dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada periode 2023–2024. Diduga dana itu telah disalahgunakan.
Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Riau Nomor PRINT-06/L.4/Fd.1/06/2025 tanggal 11 Juni 2025. Dalam prosesnya, jaksa telah memeriksa sejumlah saksi.
Sebelumnya, penyidik Kejati Riau telah melakukan penggeledahan di Kantor PT SPRH dan beberapa rumah mantan direksi perusahaan di Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, pada Rabu 2 Juli 2025. Sejumlah dokumen penting berhasil diamankan sebagai barang bukti. (bgn/ckp)